Powered by Blogger.

tintaku bagai buah kenari

Untuk anggota Karim (Kajian Remaja Muslim di Facebook)

Fachrian Almer Akiera As-Samawiy 17 Juli jam 8:19

Tercatat dan terekam dengan apik dalam tinta sejarah bahwa ada dua kubu pejuang. Pejuang di jalan kekufuran dan pejuang di jalan keimanan. Begitu gigihnya para pejuang di masing-masing kubu. Atas perjuangan mereka itu, ada hadiah di penghujung masing-masing jalan. Adalah surga telah dipersiapkan oleh Allah bagi punggawa-punggawa yang beriman. Dan nerakalah diperuntukkan bagi mereka yang mengobarkan kekufuran..

Engkau pun silahkan memilih dengan tegas untuk menjadi barisan penduduk surga atau kah bergabung dengan kafilah di jalan kekufuran. .

***

Segala puji bagi Allah ‘azza wajalla yang menurunkan risalah yang sempurna dan paripurna. Dialah yang menjadikan surga penuh dengan kenikmatan tiada tara dan menjadikan mata air Tasnim sebagai minuman teristimewa bagi penduduknya. Dialah pula yang menjadikan neraka yang kobarannya menyembur hingga hitam pekat berwarna. Kelak akan ada seorang penduduk neraka dengan sandal bertali api dan ubun-ubun kepalanya mendidih. Ia merasa bahwa dialah paling dahsyat siksanya padahal itu adalah siksaan paling ringan bagi penduduk neraka.

Tiada henti-hentinya shalawat dan salam kita kumandangkan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah menjelaskan segala hal yang menghantarkan kita menuju surga. Begitu pula hal-hal yang menyebabkan kita berkubang dalam neraka melainkan telah beliau peringatkan.

>>>Ada Cinta Bersua di Balik Kata

Kembali kuracik komposisi kata-kataku ini atas nama cinta dan rindu yang begitu menggebu teruntuk engkau siapapun yang merindukan kejayaan agama kita yang mulia. Ketahuilah bahwa agama kita ini tumbuh dan mekar dalam kelopak-kelopak ilmu dan kuncup-kuncupnya pun akan membuahkan amal setelah dicumbu kupu-kupu pembawa risalah langit. Karenanya ketika engkau telah memproklamirkan cintamu (kepada Allah dan Rasul-Nya) yang tengah berkecamuk dalam jiwa, maka saatnya untuk memburu benih-benih ilmu syar’i lalu menaburnya dalam subur jiwamu.

Bersama penaku ini, akan kuajak engkau mengintip jalan cinta pewaris para nabi. Mereka telah merelakan diri larut dan tenggelam dalam lautan ilmu tak bertepi. Telah mereka torehkan cinta dan rindu yang menggebu melalui pena lalu dituangkan dalam kanvas kitab-kitabnya. Mereka begitu menikmati manisnya madu ilmu yang segarnya begitu membahana jiwa sehingga jadilah mereka mutiara yang kemilaunya menyinari bumi hingga akhir zaman.

>>>Tintaku Bagai Buah Kenari

“…jika engkau melihatku ketika umur sepuluh tahun dan tinggiku lima hasta, (maka engkau akan mengetahui) wajahku bagaikan dinar, dan aku seperti nyala api, pakaianku kecil, lenganku pendek dan sandalku seperti telinga tikus. Aku telah berani berbeda pendapat dengan para ulama di masaku seperti az-Zuhri dan Amr ibnu Dinar. Aku duduk diantara mereka seperti paku. Tintaku bagai buah kenari. Tempat penaku seperti pisang dan penaku seperti buah badam. Ketika aku memasuki majelis (ilmu), mereka mengatakan “lapangkanlah (tempat) untuk guru kecil.”…” (Sofyan Ibnu Uyainah)(1*)

Subhanallah kawan.. begitu dahsyat gemuruh jiwa yang haus akan ilmu. Lihatlah si kecil Sofyan Ibnu Uyainah, dengan pena dan tintanya telah menyerap sari-sari ilmu semenjak belia. Dia telah menghibahkan dirinya diatas jalan ilmu. Adakah engkau tak dilanda cemburu??? Mari kawan kita bergandeng tangan menyusuri jalan ini, jalan cinta pewaris para nabi.

>>>Kutitip Engkau kepada Allah Wahai Anakku

Selanjutnya akan kuperkenalkan engkau dengan seorang ulama yang telah menulis 90 jilid kitab dengan 700 juz. Dialah al-Hafizh Abdul Azhim al-Mundziri (581-656 H)(2*) yang lahir dan wafat di Kairo. Beliau begitu bersungguh-sungguh menyibukkan diri dengan ilmu baik siang maupun malam. Ketika tetangganya bangun malam, maka selalu terlihat lampu rumahnya menyala karena beliau larut dalam syahdunya ilmu. Bahkan ketika makan maupun minum pun beliau selalu membahas ilmu. Beliau telah menebarkan wewangian ilmunya di Darul Hadist Al-kamiliyah. Beliau tidak pernah keluar dari madrasah tersebut kecuali ketika sholat jum’at.

Pernah suatu ketika, putranya yang cerdas dan termasuk salah satu hadist terkemuka meninggal dunia. Setelah itu beliau menshalatkan jenazah putranya tersayang di dalam madrasah lalu mengiringinya hanya sampai pintu madrasah saja dan tidak menuju ke pemakaman. Kemudian meneteslah air mata cinta dan berdukalah jiwa seraya berujar “kutitipkan engkau kepada Allah ta’ala wahai anakku.” beliau pun berpisah dengannya dan sejak saat itu beliau tak pernah lagi keluar dari madrasah.

Semoga Allah merahmatinya dan seluruh kaum muslimin.

Subhanallah.. sungguh mereka merasakan kenikmatan yang tiada tergantikan dalam menyusuri jalan ini. Ada bahagia mengusik jiwa. Ada rindu berjumpa dengan wajah Allah kelak di surga. Bersemi pula cinta teruntuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bagaimana tidak, kawan??? Di jalan ini mereka mempelajari Alqur’an dan hadist-hadist nabi-Nya beserta penjelasan para ulama yang mu’tabar. Begitu menenteramkan hati yang mendengar. Ada hitam karat-karat hati selalu terkikis. Tercabik pula karang-karang kebodohan yang menjadi musuh setiap anak adam. Mari kawan kita bergegas.

>>>Bunda Ijinkan Aku Memburu Ilmu

Seorang anak kecil berumur 10 tahun dengan penuh harapan dan semangat yang membara berucap kepada ibunya, ”apakah aku boleh pergi guna memburu ilmu?? Insya Allah setelah sholat subuh nanti aku mau pergi untuk keluar menuntut ilmu (syar’i).” alangkah bahagianya sang ibu mendengar permintaan sang buah hati. Sang ibu pun berkata, kemarilah anakku, pakailah pakaian ilmu.” lalu sang ibu menggantikan pakaian putranya dengan pakaian indah berwarna kecoklat-coklatan, memasang dan mengikatkan surban di kepalanya dengan penuh sentuhan keimanan, menaburkan parfum yang harum semerbak dengan harapan kelak sang anak akan menebarkan wewangian ilmu yang diperolehnya. Lalu dengan penuh sedih sang ibu berkata, ”pergilah anakku dan burulah ilmu.”

Lalu sang anak belia itupun keluar demi mencari kebenaran dengan semangat yang tak pernah padam dan menemui 900 ulama di masanya. Subhanallah. Itulah jiwa yang selalu haus ilmu. Tahukah engkau siapakah si kecil belia?? Dialah imam Malik bin Anas bin Malik bin Amir(3*), salah seorang imam madzhab penyusun kitab hadist al-Muwaththa’ yang beredar luas di kalangan penuntut ilmu dan disusun selama 40 tahun.

Sang imam menapaki ilmu di waktu kecil dengan menggantikan kemalasan dengan kesungguhan, mengisi waktu dengan bercanda bersama ilmu lalu meneguk saripatinya. Allahu akbar..

>>>Tawaran Bahagia di Jalan Ini

Bagaimana dengan kita kawan..?? akankah kita berleha-leha menunggu kejayaan islam?? Atau kita keasyikan berorasi sambil berteriak di jalanan dengan beralasan Demonstrasi Islami??

Kawan yang kucinta,
Ketika gelombang-gelombang cintamu terhadap islam berkecamuk nan berkehendak islam agar berjaya,
Ketika engkau ingin Alloh mudahkan surga untukmu,

Ketika engkau ingin malaikat membuka sayapnya lalu mengepakkannya untukmu karena ridho denganmu,

Ketika engkau ingin seluruh makhluk yang ada di langit dan bumi hingga ikan di air mendo’akanmu ampunan,

Ketika engkau ingin berada di salah satu taman-taman surga,

Ketika engkau ingin Alloh menyanjungmu diantara para malaikat,

Ketika engkau ingin mendapat keutamaan bagai keutamaan bulan diantara seluruh bintang,
maka saatnya menapaki jalan cinta pewaris para nabi.

Sekian, salam ukhuwah untukmu di jalan ini,

Yani Fachriansyah Muhammad As-samawiy
(Fachrian Almer Akira)

*****

Catatan penulis:

Tentu ada banyak kisah-kisah spektakuler para ulama dalam menuntut ilmu. Bacalah tentang mereka agar mampu men-charger kembali semangat kita yang mungkin sempat luntur dikikis fitnah-fitnah zaman. Semoga Allah merahmati mereka semua yang telah memercikkan ilmu-ilmu ke dalam jiwa para penuntut ilmu. Aku harap tulisan singkatku bermanfaat untuk kita semua. Barakumullahu fiikum. Subhanakallahumma wabihamdika astaghfiruka wa’atubu ilaika.

Mataram._ ., 3 Jumadil Awal 1431 H (18 April 2010 M)

Catatan kaki:

1*. Lihat Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli (edisi terjemahan) oleh Syaikh Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, penerbit Al-I’tishom, hal. 368

2*. Lihat Qimatuz Zaman ‘Indal ‘Ulama’ (edisi terjemahan) oleh Syaikh Abdul Fattah, penerbit Zam Zam, hal. 127-129

3*. Lihat Kaifa Tashna’ Thiflan Mubdi’an (edisi terjemahan) oleh Syaikh Abdullah Muhammad Abdul Mu’thi, penerbit eLBA, hal. 285-290

0 komentar:

Post a Comment